Jumat, 01 Maret 2013

Hanya 17 Perusahaan Bersertifikat PHPL

PALANGKA RAYA - Dinas Kehutanan (Dishut) mencatat ada 62 Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) yang ada di wilayah Kalimantan Tengah (Kalteng). Dari jumlah tersebut, hanya 17 diantaranya yang sudah memiliki sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dengan nilai baik. Sementara 45 perusahaan lagi yang masih harus berjuang untuk mendapatkan PHPL tersebut. Kepala Dinas Kehutanan Kalteng Sipet Hermanto berharap agar IUPHHK lainnya yang belum mendapat sertifikat PHPL dengan nilai baik dapat meningkatkan kinerjanya agar bisa mendapatkan sertifikat tersebut. Hal ini bertujuan untuk menerapkan Standarisasi Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) di Kalteng. 

Untuk mencapai tujuan tersebut, Dishut Kalteng mengadakan sosialisasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang menghadirkan Direktorat Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Wasi Pramono di Hotel Luwansa Palangka Raya, Selasa (9/10) lalu. Peserta sosialisasi adalah para pengusaha kayu serta utusan Dinas Kehutanan dari kabupaten dan kota se-Kalimantan Tengah. Dalam sambutannya, Wasi Pramono mengatakan saat ini permintaan pasar terutama pasat ekspor terhadap produk industri kehutanan mensyaratkan harus menggunakan bahan baku dari sumber yang legal dan lestari. 

Terkait hal tersebut, dalam rangka menuju pengelolaan PHPL Kementerian Kehutanan (Kemenhut) telah menerapkan standar pedoman penilaian kinerja PHPL dan SVLK pada pemegang izin usaha. Sebagaimana telah yang diterbitkan dalam Peraturan Menteri (Permen) RI Nomor : P.38/ Menhut-II/2009 jo Nomor : 68/ Menhut-II/2011 dan peraturan ketentuan turunannya. Menurut Wasi Pramono, SVLK adalah persyaratan untuk memenuhi legalitas kayu atau produk dari kayu, yang berdasarkan kesepakatan sejumlah pihak (steakholders) kehutanan yang memuat standart, kriteria, indikator, verifier, mode verifikasi dan norma penilaian. Dengan pemenuhan persyaratan legalitas kayu atau produk tersebut, dan telah dilaksanakan penilaian kinerja oleh lembaga penilaian dan verifikasi independen (LV dan VI), 

Para pelaku usaha di bidang kehutanan akan memperoleh sertifikat yang menyatakan bahwa (perusahaan itu) telah mengikuti standar legalitas kayu (legal complaince) dalam memperoleh hasil hutan kayu. Yang mendasari adanya VLK, kata Wasi, salah satunya adalah komitmen pemerintah dalam memerangi pemalakan liar (illegal logging) dan perdagangan kayu ilegal, perwujudan good forest governance atau hutan pemerintahan yang bersih menuju pengelolaan hutan lestari dan permintaan atas jaminan legalitas kayu dalam bentuk sertifikat dari pasar internasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar