Jumat, 20 Juni 2014

Pernyataan sikap Bersama, Aksi Solidaritas Kasus Penembakan terhadap Sodara AJA. S (25th) warga Desa Mojang, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, oleh pihak kepolisian Resort Kotim, di areal Konsesi PT AGRO BUKIT, Desa Penyang, Kabupaten Kotim, Kalteng.

20 Juni 2014,
Pernyataan sikap Bersama, Aksi Solidaritas Kasus Penembakan terhadap Sodara AJA. S (25th) warga Desa Mojang, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, oleh pihak kepolisian Resort Kotim, di areal Konsesi PT AGRO BUKIT, Desa Penyang, Kabupaten Kotim, Kalteng.

SOB, YBB, POKKER SHK, WALHI KT, FMN, KH2 Institute, HIMA Barut, PW AMAN KT, Mapala Comodo

Konflik yang terjadi di Desa Penyang dengan perusahaan PT.Agro Bukit adalah konflik lama yang tidak terselesaikan oleh pemerintah. Sehingga konflik tersebut saat ini menuai korban jiwa dari pihak masyarakat. Sebenarnya oleh masyarakat sudah banyak mengupayakan jalan kooperatif dalam menuntaskan permasalahan ini demi mendapatkan haknya kembali. Namun sayang, upaya yang di lakukan oleh masyarakat seakan sia-sia karena usaha yang mereka bangun baik malalui jalur pemerintah maupun jalur yang lain belum ada jawaban yang memuaskan.


Kasus konflik ini antara masyarakat dengan perusahaan sebenarnya telah di mulai sejak tahun 2002 ketika perusahaan tersebut memulai operasionalnya. Akibat ketiadaan upaya yang serius dari pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini dan terkesan dibiarkan berlarut-larut mambuat batas kesabaran masyarakat menjadi menipis sehingga masyarakat membangun inisiatif untuk memanen buah sawit di lahan sengketa tersebut. Kami memandang kasus pemanenan sawit bukan dari segi kriminalitasnya, namun kami melihat bahwa ini adalah bentuk protes yang dilakukan masyarakat atas lambanya penanganan pemerintah atas konflik lahan yang selama ini terjadi.


Berkenaan dengan kasus penembakan terhadap warga yang diduga dilakukan oleh aparat kepolisian polres sampit yang bertugas menjaga keamanan di perkebunan PT. Agro Bukit. Pendekatan yang digunakan oleh aparat penegak hukum harus dievaluasi dimana pengunaan cara represif sudah tidak bisa terus dilakukan. Pemerintah dan aparat penegak hukum harus mendudukan permasalahan ini sesuai pada tempatnya, dengan mencari akar masalah ini. Jika permasalahan ini tidak segera diselasaikan, maka bisa dipastikan korban akan bertambah banyak. Mengingat bahwa kasus konflik serupa di kalimantan tengah cukup besar jumlahnya, mencapai 300 kasus menurut catatan walhi kalteng 2013. Jika aparat penegak hukum selalu mengandalkan cara-cara kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Situasi ini menjadi gambaran umum betapa buruknya proses-proses pengangan konflik agraria di Kalimantan Tengah.


Pemerintah harus sigap dan tanggap atas kasus-kasus ini agar dapat mencegah adanya korban lebih banyak. Situasi seperti ini terus menyudutkan masyarakat ditengah kepungan investasi raksasa dibidang perkebunan. Lahan kelola masyarakat yang menjadi sandaran penyambung hidup semakin menyempit, disisi lain keperluan akan biaya hidup terus meninggi akibat krisis internasional yang berimbas kekita semua. Masyarakat dalam posisinya dipaksa untuk melakukan tindakan-tindakan diluar dari keinginan mereka sendiri demi menyambung hidup mereka. 


Kasus-kasus agraria tidak boleh dipadangan secara terpisah, dia tidak berdiri sendiri namun berlatar belakang banyak hal menyangkut budaya dan ekonomi. Lemahnya masyarakat dihadapan hukum juga menjadi permasalahan sendiri dimana masyarakat selalu dipaksa untuk membuktikan kepemilikan tanah tersebut dengan selembar surat sedangkan disisi lain masyarakat sudah mengelola tanah tersebut secara turun temurun. Kami dari seketariat bersama penanganan konflik sumber daya alam dan agraria di kalimantan tengah meminta pertangungjawaban pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk menyelesaikan permasalahan ini. Kasus dugaan penembakan yang terjadi harus diusut dengan tuntas. Penegak hukum sudah saatnya juga mengevaluasi para aparatnya yang sering digunakan perusahaan (ngepam) untuk melindungi kepentingan mereka. Aparat penegak hukum harus bersikap netral dan tidak terkesan main hakim sendiri. Perusahaan sudah mempunyai banyak security untuk melindungi area mereka mengapa harus ditambah aparat bersenjata lagi. Berdasarkan kondisi diatas, kami dari Sekretariat Bersama (Sekber) Penangan Konflik Agraria dan Sumber Daya Alam, dengan ini menyatakan sikap:


1. Mengutuk dengan keras atas aksi penembakan warga di Desa Penyang, Kabupaten Kotawirin Timur.
2. Tarik mundur pasukan TNI dan Polri yang ditugaskan di perusahaan-perusahaan perkebunan.
3. Usut tuntas kasus penembakan tersebut dan seret pelakunya ke pengadilan.
4. Mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan konflik agraria di kalteng pada umumnya dan Kotim pada khususnya untuk menjamin keaman hak agraria masyarakat dan mencegah jatuhnya korban yang lebih banyak dari pihak masyarakat.
5. Mendesak pemerintah untuk mengevaluasi perijinan PT. Agro Bukit
6. Pemerintah Daerah Khsusnya Bupati Kotim harus memeriksa kembali legalitas dan perijinan serta melakukan tindakan tegas kepada PT. Agro Bukit

Selasa, 17 Juni 2014

Action Alert : Penembakan Warga Perkebunan Kelapa Sawit

Pers Release
Untuk disiarkan segera
Dikeluarkan oleh :
Save Our Borneo, AMAN Kalteng, WALHI Kalteng, YPD, JPIC, AGRA, FMN & GMNI
 
Atas Penembakan Warga (Aja Siswanto, 25 tahun) di dalam Perkebunan Kelapa Sawit PT. Agro Bukit di desa Penyang, Kecamatan Telawang, Kabupaten Kotawaringin Timur oleh Anggota Kepolisian Dari Polres Kotawaringin Timur pada 10Juni 2014 
“Mengutuk Keras Aksi Penembakan Warga di Desa Penyang 
“ Hentikan Kekerasan terhadap Rakyat ! “ dan “ Kembalikan Tanah milik Rakyat ! “ 
Palangkaraya, 12 Juni 2014
Salam Persatuan !
Di tengah gempita para calon presiden mengumbar janji manisnya di berbagai pelosok nusantara, kita kembali dikejutkan dengan kejadian penembakan oleh aparat kepolisian terhadap rakyat. Insiden penembakan yang terjadi di desa Penyang, kecamatan Telawang, kabupaten Kotawaringin Timur, pada 10 Juni 2014 kemarin semakin membuktikan bahwa fasisme telah menjadi watak dari negara ini. Penggunaan cara-cara kekerasan (penembakan, pemukulan, pembubaran paksa, kriminalisasi) adalah pilihan cara yang dipakai pemerintah untuk menjawab tuntutan atas hak-hak demokratis warganya yang telah dirampas oleh para pemilik modal besar (Imperialisme) dan para tuan tanah di berbagai tempat.
Penembakan warga desa Penyang oleh aparat kepolisian dari Polres Kotim merupakan buntut dari berlarutnya kasus sengketa tanah antara warga sekitar perkebunan dengan PT. Agro Bukit (Agro Indomas Group) sejak 2003. Kuatnya keberpihakan pemerintah (mulai tingkat kabupaten sampai pusat) kepada investasi asing yang diwujudkan dengan tetap membiarkan perkebunan beroperasi di atas lahan seluas ± 13.930 hektar meski banyak menyisakan soal dengan warga sekitar telah melahirkan berbagai upaya perjuangan warga yang menginginkan tanahnya kembali. Pemanenan buah sawit secara  massal di lahan sengketa adalah salah satu bentuk perlawanan warga atas lambannya birokrasi pemerintah dalam penanganan kasus sengketa yang marak terjadi di berbagai tempat di Kalimantan Tengah.
Pengerahan atau penambahan aparat keamanan adalah jawaban yang diberikan oleh pemilik kebun untuk menjaga asetnya dari ancaman perlawanan warga. Di sinilah, pemicu semakin bertambahnya jumlah kekerasan dan jatuhnya korban jiwa. Aja Siswanto (25 th) adalah salah satu korban dari sekian banyak warga yang merasakan tajamnya peluru milik Aparat Kepolisian yang ditempatkan demi keamanan investasi.
Penembakan warga desa Penyang terjadi dua hari sebelum kedatangan Kapolri Jendral Sutarman ke Kalimantan Tengah pada hari Kamis 12 Juni 2014, dalam rangka memberi arahan untuk mengantisipasi terjadinya konflik sosial, mengecek kesiapan pengamanan pilpres, dan memastikan netralitas Polri. Insiden penembakan warga desa Penyang oleh Aparat Kepolisian telah menambah catatan buruk kinerja Polri dalam menangani konflik sosial. Apapun alasannya, penggunaan tindakan kekerasan sangat tidak dibenarkan untuk menangani sengketa yang tengah terjadi. Penggunaan kekerasan oleh aparat keamanan adalah bukti arogansi aparat dalam menunjukkan keberpihakannya pada pemilik modal daripada rakyatnya yang telah membayar gaji, membelikan senjata dan pelurunya dari pajak yang dibayarkan.
Berdasarkan insiden penembakan yang terjadi di desa Penyang, kecamatan Telawang, kabupaten Kotawaringin Timur, maka kami dari Sekretariat Bersama (Sekber) Pengaduan dan Penanganan Konflik Sumber Daya Alam Kalimantan Tengahmenyatakan sikap:
  1. Mengutuk keras penembakan warga yang dilakukan oleh aparat Kepolisian Polres Kotawaringin Timur terhadap Aja Siswanto (25 tahun) yang termasuk dalam dugaan pelanggaran HAM.
  2. Usut tuntas kasus penembakan yang terjadi di dalam perkebunan kelapa sawit PT. Agro Bukit di desa Penyang, Tindak Tegas pelakunya dan lakukan pemulihan terhadap korban dan keluarganya;
  3. Melihat kasus yang terjadi maka, segera tarik mundur semua aparat keamanan (TNI dan Polri) yang ditempatkan disetiap perkebunan dan pertambangan di Kalimantan Tengah;
  4. Cabut ijin perkebunan kelapa sawit milik PT. Agro Bukit (Agro Indomas Group/ Goodhope Plantation) yang bermasalah;
  5. Hentikan perampasan tanah rakyat, dan kembalikan tanah rakyat.
Demikian pers release dan pernyataan sikap ini kami buat untuk segera disebarluaskan ke berbagai pihak yang mendukung perjuangan rakyat dalam mendapatkan tanah dan hak-hak demokratisnya yang telah dirampas. Atas perhatian dan kerjasamanya, kami ucapkan terima kasih.
Contak Person :       Aryo Nugroho Waluyo : 085252960916
                                    Tri Atmaja  : 085652400760