Sabtu, 25 Oktober 2014

SOB Desak Bupati Sita PT Hati Prima Agro / Bumitama Agri Group

[berdasar release Saveourborneo, ditulis oleh Norjani – LKBN Antara] 
“Bupati dapat diduga melakukan praktik pengalihan aset pemerintah dan hal ini dapat merupakan tindakan koruptif,”

Senin, 20 Oktober 2014
Sampit (Antara Kalteng) – Aktivis lingkungan di Kalimantan Tengah mengancam melaporkan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur ke Komisi Pemberantasan Korupsi jika membiarkan perkebunan sawit bermasalah tetap beroperasi.

“Apabila penyitaan tidak dilakukan atau nantinya dilakukan penyerahan sepihak tanpa proses hukum terhadap aset dari hasil praktik tidak sah yang dilakukan PBS (perusahaan besar swasta) kelapa sawit oleh pemda, maka kami akan melaporkannya ke KPK atas dugaan penyalahgunaan wewenang atau menguntungkan diri sendiri atau orang lain atas penyerahan aset tersebut,” kata Direktur Eksekutif Save Our Borneo Nordin di Sampit, Senin.

Hal ini diungkapkan Nordin terkait sebuah perusahaan besar swasta perkebunan kelapa sawit, PT Hati Prima Agro, yang beroperasi di Kecamatan Antang Kalang, Kotim.
Perusahaan tersebut tidak diperbolehkan lagi beroperasi karena sebagian lahan yang mereka garap tidak mendapat izin yang sah.

Aktivis lingkungan yang pernah menjabat sebagai anggota dewan Walhi Nasional ini menjelaskan, keluarnya Keputusan Mahkamah Agung tanggal 24 Desember 2013 Nomor 435 K/TUN/2013 merupakan keputusan final.

PT Hati Prima Agro yang bernaung di bawah bendera BGA Group tersebut dinyatakan telah membuka lahan perkebunan kelapa sawit tanpa disertai Izin Pelepasan Kawasan Hutan dari Menteri Kehutanan.  Selain itu, izin lokasi perusahaan tersebut juga telah dicabut oleh bupati Kotim.  Untuk itulah, bupati disarankan segera segera melakukan eksekusi dengan mengambil alih lahan tersebut.
Selanjutnya, lahan tersebut secara legal dijadikan aset milik pemerintah daerah untuk dikelola dengan berbagai cara, baik oleh BUMD ataupun Kerjasama Operasional dengan perusahaan lain, dengan status lahan tetap menjadi milik pemerintah.

SOB khawatir, dengan tidak jelasnya eksekusi tersebut dapat memunculkan kemungkinan kongkalingkong antara pemerintah daerah dengan perusahaan pemilik asal yang telah nyata-nyata dinyatakan tidak sah.  Jika areal tersebut dialihkan sepihak kepada perusahaan secoki baru dari perusahaan atau grup lama, Nordin menegaskan, hal itu sama saja berarti bupati dapat dikatakan lalai dalam menjalankan kewenangannya atau bahkan menyalahgunakan wewenangnya.

“Apabila areal tersebut tetap dialihkan kepada perusahaan lama atau secokinya secara sepihak oleh bupati karena adanya lobi-lobi tingkat tinggi, maka bupati dapat diduga melakukan praktik pengalihan aset pemerintah dan hal ini dapat merupakan tindakan koruptif,” tegas Nordin.

SOB mengusulkan agar lahan tersebut segera diambil alih dan dimasukkan menjadi bagian dari asset daerah, setelah sebagiannya dikembalikan kepada pemilik lahan asal dari masyarakat lokal dan diserahkan sebagai kemitraan sebesar minimal 20 persen.

Data SOB terkait kronologis kasus ini, yakni Kementerian Kehutanan pada tahun 2000 pernah mengeluarkan Surat Keputusan No 186/Kpts-II/2000 tentang pelepasan sebagian Kawasan Hutan dari Kelompok Hutan Sungai Mentaya seluas 5.369,80 hektare, untuk perkebunan Kkelapa sawit atas nama PT Hati Prima Agro.

Berdasarkan evaluasi yang dilakukan Kemenhut dengan memperhatikan aspek kemajuan aktivitas yang dilakukan HPA ternyata didapakan bukti-bukti bahwa HPA tidak melakukan aktivitas apapun dan tidak melakukan pengurusan apapun sejak izin pelepasan kawasan hutan No 186/Kpts-II/2000 dikeluarkan.

Atas dasar itu, pada 11 Maret 2008, Kemenhut megeluarkan SK No : SK.51/Menhut-II/2008 tentang tentang Pencabutan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan nomor 186/KPTS-II/2000 tanggal 29 Juni 2000 tentang pelepasan sebagian kawasan hutan dari Kelompok Hutan Sungai Mentaya seluas 5.369,80 hektare tersebut.

Selanjutnya, Bupati Kotawaringin Timur telah mengeluarkan surat tanggal 19 April 2012 Nomor 525.25/228/Ek.SDA/IV/2012 tentang pencabutan persetujuan prinsip arahan lokasi maupun izin lokasi atas nama PT HPA dan memerintahkan PT HPA segera meninggalkan lokasi.
Bupati juga tidak menyetujui permohonan perpanjangan izin lokasi yang diajukan oleh PT HPA. Keputusan itu ditegaskan dalam surat Nomor 525.26 / 256 / Ek.SDA / IV / 2012 tanggal 24 April 2012.

Menanggapi surat pencabutan oleh Bupati Kotim dan Pencabutan IPKH oleh Kementerian Kehutanan RI tersebut, PT HPA membawa persoalan ini ke PTUN Palangka Raya. PTUN melalui sidang putusan pada 4 Desember 2012 mengabulkan tuntutan PT HPA dan menyatakan bahwa pencabutan dan pembatalan izin lokasi dan izin pelepasan kawasan hutan oleh Bupati Kotawaringin Timur dan oleh Menteri Kehutanan, tidak sah.

Kementerian Kehutanan masih mengajukan upaya banding ke PTTUN Jakarta. Keputusan Banding di PTTUN keluar pada tanggal 20 Mei 2013, yang justru menguatkan putusan PTUN Palangka Raya, yakni memenangkan PT HPA.

Kementerian Kehutanan RI kemudian mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung. Selanjutnya pada 24 Desember 2013 keluar keputusan Mahkamah Agung Nomor 435 K/TUN/2013, yakni menerima permohonan kasasi Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, sekaligus membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 35/B/2013/PT.TUN.JKT tanggal 20 Mei 2013 yang menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Palangkaraya Nomor 12/G/2012/PTUN-PLK tanggal 4 Desember 2012.

“Dengan dicabutnya SK 186/Kpts-II/2000 dengan SK.51/Menhut-II/2008 dapat dipastikan areal yang semula diperuntukkan bagi rencana konsesi perkebunan kelapa sawit untuk PT. HPA batal. Sesuai amar putusan yang termuat dalam SK.51/Menhut-II/2008. Yang pasti, seharusnya Pemkab Kotim harus melakukan eksekusi pengambil alihan lahan bekas PT Hati Prima Agro tersebut terlebih dahulu,” tegas Nordin.

Sementara itu, Bupati Kotim, H Supian Hadi yang sempat dimintai komentar terkait masalah ini belum lama ini, mengaku masih menunggu salinan putusan tersebut. Selanjutnya akan dipelajari lebih lanjut sebagai bahan pertimbangan pemerintah daerah mengambil langkah selanjutnya.

Jumat, 20 Juni 2014

Pernyataan sikap Bersama, Aksi Solidaritas Kasus Penembakan terhadap Sodara AJA. S (25th) warga Desa Mojang, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, oleh pihak kepolisian Resort Kotim, di areal Konsesi PT AGRO BUKIT, Desa Penyang, Kabupaten Kotim, Kalteng.

20 Juni 2014,
Pernyataan sikap Bersama, Aksi Solidaritas Kasus Penembakan terhadap Sodara AJA. S (25th) warga Desa Mojang, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, oleh pihak kepolisian Resort Kotim, di areal Konsesi PT AGRO BUKIT, Desa Penyang, Kabupaten Kotim, Kalteng.

SOB, YBB, POKKER SHK, WALHI KT, FMN, KH2 Institute, HIMA Barut, PW AMAN KT, Mapala Comodo

Konflik yang terjadi di Desa Penyang dengan perusahaan PT.Agro Bukit adalah konflik lama yang tidak terselesaikan oleh pemerintah. Sehingga konflik tersebut saat ini menuai korban jiwa dari pihak masyarakat. Sebenarnya oleh masyarakat sudah banyak mengupayakan jalan kooperatif dalam menuntaskan permasalahan ini demi mendapatkan haknya kembali. Namun sayang, upaya yang di lakukan oleh masyarakat seakan sia-sia karena usaha yang mereka bangun baik malalui jalur pemerintah maupun jalur yang lain belum ada jawaban yang memuaskan.


Kasus konflik ini antara masyarakat dengan perusahaan sebenarnya telah di mulai sejak tahun 2002 ketika perusahaan tersebut memulai operasionalnya. Akibat ketiadaan upaya yang serius dari pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini dan terkesan dibiarkan berlarut-larut mambuat batas kesabaran masyarakat menjadi menipis sehingga masyarakat membangun inisiatif untuk memanen buah sawit di lahan sengketa tersebut. Kami memandang kasus pemanenan sawit bukan dari segi kriminalitasnya, namun kami melihat bahwa ini adalah bentuk protes yang dilakukan masyarakat atas lambanya penanganan pemerintah atas konflik lahan yang selama ini terjadi.


Berkenaan dengan kasus penembakan terhadap warga yang diduga dilakukan oleh aparat kepolisian polres sampit yang bertugas menjaga keamanan di perkebunan PT. Agro Bukit. Pendekatan yang digunakan oleh aparat penegak hukum harus dievaluasi dimana pengunaan cara represif sudah tidak bisa terus dilakukan. Pemerintah dan aparat penegak hukum harus mendudukan permasalahan ini sesuai pada tempatnya, dengan mencari akar masalah ini. Jika permasalahan ini tidak segera diselasaikan, maka bisa dipastikan korban akan bertambah banyak. Mengingat bahwa kasus konflik serupa di kalimantan tengah cukup besar jumlahnya, mencapai 300 kasus menurut catatan walhi kalteng 2013. Jika aparat penegak hukum selalu mengandalkan cara-cara kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Situasi ini menjadi gambaran umum betapa buruknya proses-proses pengangan konflik agraria di Kalimantan Tengah.


Pemerintah harus sigap dan tanggap atas kasus-kasus ini agar dapat mencegah adanya korban lebih banyak. Situasi seperti ini terus menyudutkan masyarakat ditengah kepungan investasi raksasa dibidang perkebunan. Lahan kelola masyarakat yang menjadi sandaran penyambung hidup semakin menyempit, disisi lain keperluan akan biaya hidup terus meninggi akibat krisis internasional yang berimbas kekita semua. Masyarakat dalam posisinya dipaksa untuk melakukan tindakan-tindakan diluar dari keinginan mereka sendiri demi menyambung hidup mereka. 


Kasus-kasus agraria tidak boleh dipadangan secara terpisah, dia tidak berdiri sendiri namun berlatar belakang banyak hal menyangkut budaya dan ekonomi. Lemahnya masyarakat dihadapan hukum juga menjadi permasalahan sendiri dimana masyarakat selalu dipaksa untuk membuktikan kepemilikan tanah tersebut dengan selembar surat sedangkan disisi lain masyarakat sudah mengelola tanah tersebut secara turun temurun. Kami dari seketariat bersama penanganan konflik sumber daya alam dan agraria di kalimantan tengah meminta pertangungjawaban pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk menyelesaikan permasalahan ini. Kasus dugaan penembakan yang terjadi harus diusut dengan tuntas. Penegak hukum sudah saatnya juga mengevaluasi para aparatnya yang sering digunakan perusahaan (ngepam) untuk melindungi kepentingan mereka. Aparat penegak hukum harus bersikap netral dan tidak terkesan main hakim sendiri. Perusahaan sudah mempunyai banyak security untuk melindungi area mereka mengapa harus ditambah aparat bersenjata lagi. Berdasarkan kondisi diatas, kami dari Sekretariat Bersama (Sekber) Penangan Konflik Agraria dan Sumber Daya Alam, dengan ini menyatakan sikap:


1. Mengutuk dengan keras atas aksi penembakan warga di Desa Penyang, Kabupaten Kotawirin Timur.
2. Tarik mundur pasukan TNI dan Polri yang ditugaskan di perusahaan-perusahaan perkebunan.
3. Usut tuntas kasus penembakan tersebut dan seret pelakunya ke pengadilan.
4. Mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan konflik agraria di kalteng pada umumnya dan Kotim pada khususnya untuk menjamin keaman hak agraria masyarakat dan mencegah jatuhnya korban yang lebih banyak dari pihak masyarakat.
5. Mendesak pemerintah untuk mengevaluasi perijinan PT. Agro Bukit
6. Pemerintah Daerah Khsusnya Bupati Kotim harus memeriksa kembali legalitas dan perijinan serta melakukan tindakan tegas kepada PT. Agro Bukit

Selasa, 17 Juni 2014

Action Alert : Penembakan Warga Perkebunan Kelapa Sawit

Pers Release
Untuk disiarkan segera
Dikeluarkan oleh :
Save Our Borneo, AMAN Kalteng, WALHI Kalteng, YPD, JPIC, AGRA, FMN & GMNI
 
Atas Penembakan Warga (Aja Siswanto, 25 tahun) di dalam Perkebunan Kelapa Sawit PT. Agro Bukit di desa Penyang, Kecamatan Telawang, Kabupaten Kotawaringin Timur oleh Anggota Kepolisian Dari Polres Kotawaringin Timur pada 10Juni 2014 
“Mengutuk Keras Aksi Penembakan Warga di Desa Penyang 
“ Hentikan Kekerasan terhadap Rakyat ! “ dan “ Kembalikan Tanah milik Rakyat ! “ 
Palangkaraya, 12 Juni 2014
Salam Persatuan !
Di tengah gempita para calon presiden mengumbar janji manisnya di berbagai pelosok nusantara, kita kembali dikejutkan dengan kejadian penembakan oleh aparat kepolisian terhadap rakyat. Insiden penembakan yang terjadi di desa Penyang, kecamatan Telawang, kabupaten Kotawaringin Timur, pada 10 Juni 2014 kemarin semakin membuktikan bahwa fasisme telah menjadi watak dari negara ini. Penggunaan cara-cara kekerasan (penembakan, pemukulan, pembubaran paksa, kriminalisasi) adalah pilihan cara yang dipakai pemerintah untuk menjawab tuntutan atas hak-hak demokratis warganya yang telah dirampas oleh para pemilik modal besar (Imperialisme) dan para tuan tanah di berbagai tempat.
Penembakan warga desa Penyang oleh aparat kepolisian dari Polres Kotim merupakan buntut dari berlarutnya kasus sengketa tanah antara warga sekitar perkebunan dengan PT. Agro Bukit (Agro Indomas Group) sejak 2003. Kuatnya keberpihakan pemerintah (mulai tingkat kabupaten sampai pusat) kepada investasi asing yang diwujudkan dengan tetap membiarkan perkebunan beroperasi di atas lahan seluas ± 13.930 hektar meski banyak menyisakan soal dengan warga sekitar telah melahirkan berbagai upaya perjuangan warga yang menginginkan tanahnya kembali. Pemanenan buah sawit secara  massal di lahan sengketa adalah salah satu bentuk perlawanan warga atas lambannya birokrasi pemerintah dalam penanganan kasus sengketa yang marak terjadi di berbagai tempat di Kalimantan Tengah.
Pengerahan atau penambahan aparat keamanan adalah jawaban yang diberikan oleh pemilik kebun untuk menjaga asetnya dari ancaman perlawanan warga. Di sinilah, pemicu semakin bertambahnya jumlah kekerasan dan jatuhnya korban jiwa. Aja Siswanto (25 th) adalah salah satu korban dari sekian banyak warga yang merasakan tajamnya peluru milik Aparat Kepolisian yang ditempatkan demi keamanan investasi.
Penembakan warga desa Penyang terjadi dua hari sebelum kedatangan Kapolri Jendral Sutarman ke Kalimantan Tengah pada hari Kamis 12 Juni 2014, dalam rangka memberi arahan untuk mengantisipasi terjadinya konflik sosial, mengecek kesiapan pengamanan pilpres, dan memastikan netralitas Polri. Insiden penembakan warga desa Penyang oleh Aparat Kepolisian telah menambah catatan buruk kinerja Polri dalam menangani konflik sosial. Apapun alasannya, penggunaan tindakan kekerasan sangat tidak dibenarkan untuk menangani sengketa yang tengah terjadi. Penggunaan kekerasan oleh aparat keamanan adalah bukti arogansi aparat dalam menunjukkan keberpihakannya pada pemilik modal daripada rakyatnya yang telah membayar gaji, membelikan senjata dan pelurunya dari pajak yang dibayarkan.
Berdasarkan insiden penembakan yang terjadi di desa Penyang, kecamatan Telawang, kabupaten Kotawaringin Timur, maka kami dari Sekretariat Bersama (Sekber) Pengaduan dan Penanganan Konflik Sumber Daya Alam Kalimantan Tengahmenyatakan sikap:
  1. Mengutuk keras penembakan warga yang dilakukan oleh aparat Kepolisian Polres Kotawaringin Timur terhadap Aja Siswanto (25 tahun) yang termasuk dalam dugaan pelanggaran HAM.
  2. Usut tuntas kasus penembakan yang terjadi di dalam perkebunan kelapa sawit PT. Agro Bukit di desa Penyang, Tindak Tegas pelakunya dan lakukan pemulihan terhadap korban dan keluarganya;
  3. Melihat kasus yang terjadi maka, segera tarik mundur semua aparat keamanan (TNI dan Polri) yang ditempatkan disetiap perkebunan dan pertambangan di Kalimantan Tengah;
  4. Cabut ijin perkebunan kelapa sawit milik PT. Agro Bukit (Agro Indomas Group/ Goodhope Plantation) yang bermasalah;
  5. Hentikan perampasan tanah rakyat, dan kembalikan tanah rakyat.
Demikian pers release dan pernyataan sikap ini kami buat untuk segera disebarluaskan ke berbagai pihak yang mendukung perjuangan rakyat dalam mendapatkan tanah dan hak-hak demokratisnya yang telah dirampas. Atas perhatian dan kerjasamanya, kami ucapkan terima kasih.
Contak Person :       Aryo Nugroho Waluyo : 085252960916
                                    Tri Atmaja  : 085652400760