PALANGKA RAYA, Bupati Kotawaringin Timur (Kotim) Supian Hadi diminta bertanggungjawab terhadap masalah sengketa lahan di wilayah itu, khususnya yang terjadi di Desa Tangar, Kotim, dimana sengketa tersebut dilaporkan ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Tengah (Kalteng). Jika masalah konflik lahan tidak bisa diselesaikan, artinya, Supian Hadi bukan seorang bupati yang baik, dimana seharusnya dapat merespons permasalahan rakyat di wilayahnya.
“Pemerintah harus mampu menjadi jembatan yang baik, kalau tak mampu menyelesaikan (masalah sengketa lahan), berarti bukan sebagai bupati yang baik,” kata Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang, Selasa (5/2).
Seperti diketahui, sejumlah masyarakat yang mengaku dari Desa Tangar, Kotim, terpaksa mengadu ke Pemprov Kalteng pada 28 Januari 2013 lalu karena sengketa lahan antara warga dengan perusahaan perkebunan sawit yang terjadi bertahun-tahun tak kunjung selesai ditangani Pemkab. Warga berharap ada keadilan dari pemerintah untuk mengembalikan hak-haknya yang dirampas.
Permasalahan sengketa lahan antara warga dengan salah satu anak perusahaan perkebunan Wilmar Group tersebut mendapat ditanggapi serius Wakil Gubernur Achmad Diran. Bahkan, Diran menegaskanakan akan memanggil manajemen perusahaan dan melakukan pertemuan dengan warga Tangar.
Dari laporan warga Tangar, lahan milik 287 kepala keluarga di desa itu sudah habis digarap perusahaan. Bahkan, sejak tahun 2005 masyarakat di Desa Tangar menuntut lahan plasma namun tidak dihiraukan. Diran menegaskan akan berupaya menyelesaikan masalah itu dengan membentuk tim dan segera mengecek ke lapangan.
Menurut Teras, dirinya telah meminta Diran untuk menyurati Supian Hadi agar dapat menyelesaikan permasalahan sengketa lahan di Desa Tangar tersebut. Kalau ternyata masalah tersebut tak kunjung selesai, lanjutnya, artinya bupatinya tidak mampu menyelesaikan masalah yang menjadi keluhan rakyatnya.
“Kami sudah memberikan petunjuk apa yang harus diselesaikan bupati karena itu adalah tugas dari bupati. Jadi sesuai dengan mekanisme yang ada, bahwa penyelesaian itu selalu kita minta ke kabupaten,” tegas Teras.
Teras mengungkapkan, selama ini ada kecenderungan masalah lahan yang seharusnya menjadi tanggung jawab kabupaten/kota selalu dilaporkan ke Pemprov Kalteng, sebab, Pemprov dinilai lebih mampu menyelesaikan masalah sengketa lahan tersebut. Seharusnya, ada ketegasan dan kemauan dari kepala daerah wilayahnya masing-masing untuk menyelesaikan sengketa lahan. “Semuanya mau ke provinsi, karena dianggap provinsi yang (bisa) melayani dengan baik, karena selama ini ke bupati tak pernah dilayani,” katanya.
Teras menegaskan, rakyat berhak memberi sanksi sosial kepada kepala daerah yang tidak bisa menyelesaikan masalah sengketa lahan yang ada. Sanksi diberikan atas ketidakmampuan kepala daerah tersebut mengakomodir keluhan dan kesulitan rakyat. “Pemerintah harus mampu menjadi jembatan yang baik bagi permasalahan rakyatnya,” tandas Teras.
Di tempat lain, rapat dengar pendapat (RDP) Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalteng dengan PT. Antang Ganda Utama (AGU) , Rabu (6/2/) batal terlaksana. Penyebabnya, pihak perusahaan yang diundang tidak bisa hadir. Terang saja, atas pembatalan ini, komisi B dibuat kecewa, padahal dewan akan meminta pemaparan terkait sengketa lahan antar masyarakat di empat desa dengan PT. AGU.
"Saya sayangkan rapat tidak jadi digelar, padahal agenda rapat ini jauh-jauh hari sudah dipersiapkan. Kita ingin mencari solusi terkait sengketa lahan ini. Kalau seperti ini, kita tidak bisa berbuat apa-apa,” ungkap Komarudin Hadi, anggota DPRD setempat. Dikatakan Komarudin, pihaknya baru menerima surat yang tidak ada tanggal dari PT. AGU yang menerangkan Bahwa mereka tidak bisa hadir dalam rapat ini.
Walter S. Penyang selaku ketua Komisi B sangat menyangkan sengketa lahan yang sering terjadi di wilayah Kalteng. Seharusnya sengketa lahan ini diselesaikan dulu di kabupaten, karena ini adalah suatu tanggung jawab kepala daerah.
Komisi B akan kembali menjadwalkan rapat setelah melakukan rapat internal dan melaporakan kepada Ketua DPRD Provinsi Kalteng. Menurut Walter S. Penyang, rapat dengar pendapat diupayakan dilaksanakan secepatnya, mengingat masayarakat mendesak agar sengketa lahan ini segera diselesaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar