PALANGKA RAYA – Konflik antara warga Desa Tangar, Kecamatan Mentaya Hulu, Kotim dan PT Wilmar Group harus segera dicarikan titik temu. Salah satunya dengan cara mengukur ulang HGU PBS itu.
Komisi B DPRD Kalteng meminta Pemkab Kotawaringin Timur (Kotim) mengukur ulang izin hak guna usaha (HGU) PT Wilmar Group, yang diduga telah merambah tanah masyarakat Desa Tangar, Kecamatan Mentaya Hulu. Tujuannya, untuk mengetahui kebenaran laporan masyarakat di desa itu, kemudian memberikan solusi atas sengketa lahan masyarakat dengan pihak perusahaan besar swasta (PBS) yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit itu.a
Menurut anggota DPRD Kalteng Punding LH Bangkan, tuntutan masyarakat Desa Tangar kepada PT Wilmar Group harus disikapi secara bijak oleh pemerintah, terlebih Pemkab Kotim. Sehingga, persoalan yang telah berlangsung bertahun-tahun tersebut dapat diselesaikan dengan baik.
Salah satu yang perlu diingat dan dipegang oleh para investor yang menanamkan modalnya di Bumi Tambun Bungai ini, mempunyai izin yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Perizinan itu harus ditaati dan jangan sampai dilanggar. Hal itu pulalah yang harus diingat oleh PT Wilmar, agar bekerja dan berusaha di daerah ini sesuai dengan izin yang telah ditetapkan.
Jika dalam HGU PT Wilmar itu ada tanah rakyat, maka sesuai klausul dalam peraturan perkebunan, PT Wilmar harus mengganti rugi tanah rakyat itu atau diinklapkan. Hal itu untuk menghindari adanya gesekan antara pihak perusahaan dan masyarakat setempat.
“Hal yang perlu dipegang adalah investor harus mempunyai izin, aturan itu harus ditaati dan jangan sampai dilanggar. Apabila di dalam HGU itu ada tanah rakyat, ganti rugi dong dan inklapkan,” kata Punding, Selasa (29/1).
Lebih lanjut, anggota Komisi B DPRD Kalteng, yang membidangi masalah perekonomian ini mengatakan, jika memang ada laporan masyarakat mengenai PT Wilmar Group yang diduga membuka lahan diluar izin yang telah ditetapkan, kiranya Bupati sebagai pemberi izin harus dapat bertindak tegas.
“Kalau sampai mereka membuka lahan diluar izin sesuai dengan laporan masyarakat, maka mereka telah melanggar aturan hukum. Pemberi izin harus tegas, beri sanksi kepada mereka. Kalau perlu cabut saja izinnya, sehingga pelanggaran tidak terjadi lagi di kemudian hari,” tegas Punding.
Wakil rakyat dari daerah pemilihan (Dapil) Kalteng V, yang meliputi Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau ini mengatakan, yang sering terjadi dan tidak jalan di Kalteng sekarang ini, banyak klausul dalam izin yang tidak diperhatikan oleh pihak perusahaan. Dimana klausul-klausul dalam perizinan itu dilanggar seenaknya, tanpa ada tindakan tegas dari Bupati sebagai pemberi izin. “Agar laporan masyarakat itu tidak menjadi fitnah, Pemkab Kotim harus ukur ulang HGU PTR Wilmar Group, agar tidak menimbulkan gejala sosial dan ekonomi,” terangnya.
Ia juga meminta kepada Pemkab Kotim untuk tidak tinggal diam dalam menerima laporan masyarakat. Adanya laporan harus disikapi secara bijak, agar persoalan yang terjadi antara masyarakat dan pihak PT Wilmar Group itu tidak berlarut-larut. Untuk itu ia mendesak perlunya mengukur ulang HGU PBS itu.
Menurutnya, selama ini Komisi B DPRD Kalteng selalu jadi tumbal karena permasalahan perkebunan maupun pertambangan ini. Sementara Bupati seakan cuci tangan terhadap masalah yang menimpa masyarakat. Untuk itulah, jika ada permasalahan lagi ke depannya, pihaknya akan langsung memanggil Bupati setempat.
“Kita dari Komisi B jadi tumbal terus. Suatu saat kita panggil Bupati untuk menyelesaikan masalah ini. Kalau memang ada hak rakyat, kami minta itu segera dikembalikan oleh PT Wilmar Group, agar tidak terkatung-katung. Kalau tidak mau mentaati aturan, Wilmar disuruh hengkang dari wilayah ini,” tegasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar