Jumat, 01 Februari 2013

Mabes Polri Bidik Perkebunan Sawit Kalteng


Pejabat Daerah Terancam Terseret
SAMPIT – Banyaknya permasalahan di sektor perkebunan kelapa sawit di Kalteng, ternyata menjadi perhatian Mabes Polri. Bahkan, kabarnya Mabes Polri segera menurunkan tim untuk menyelidiki berbagai kasus pelanggaran hukum yang terjadi di sejumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit.
Seperti diketahui, berbagai permasalahan yang sering disebut-sebut banyak dilakukan perusahaan perkebunan kelapa sawit adalah merambah kawasan hutan tanpa ada izin pelepasan kawasan hutan (IPKH) dari Menteri Kehutanan. Tidak sedikit pula perizinan yang dikeluarkan diduga tidak sesuai aturan yang berlaku dan memanfaatkan kayu-kayu yang telah ditebang secara ilegal.
Informasi rencana turunnya tim dari Mabes Polri diungkap sumber Radar Sampit di internal Mabes Polri yang menolak identitasnya disebutkan. “Jika waktunya tepat, tim akan diturunkan ke lapangan. Jadi tunggu saja,” katanya, Selasa (20/12).
Menurut sumber tersebut, di Kalteng memang banyak perusahaan perkebunan yang terindikasi beroperasi secara ilegal serta kerap bersengketa dengan warga. Hal itu menjadi perhatian pemerintah pusat, apalagi perusahaan yang beroperasi ilegal itu telah merugikan negara miliaran hingga triliunan rupiah.
Dia menambahkan, izin-izin yang terindikasi illegal dan diperoleh perusahaan perkebunan itu melibatkan pejabat pemerintah daerah, sehingga tidak menutup kemungkinan jika ada perusahaan perkebunan yang dijerat hukum, pejabat tersebut juga bisa terseret.
Meski demikian, sumber tersebut menolak mengungkap sejauh mana inventarisasi kasus yang dilakukan Mabes Polri. Jika itu diungkap, dikhawatirkan target operasi bisa menghilangkan barang bukti dan sudah mengambil ancang-ancang untuk menghindar.        
“Pokoknya tunggu saja, yang pasti kita tidak tinggal diam terhadap pelanggaran-pelanggaran hukum yang terjadi, baik oleh perusahaan baik pejabat pemerintahan,” tegasnya.
Indonesian Cooruption Watch (ICW) sebelumnya mengungkapkan, praktek perkebunan illegal di Kalteng disinyalir telah merugikan negara sebesar Rp 47,17 trilyun. Jumlah tersebut merupakan pendapatan daerah yang seharusnya diterima Kalteng dari perkebunan illegal tersebut selama kurun waktu empat tahun, yakni, dari 2005 - 2010.
Peneliti divisi monitoring analisis anggaran ICW, Mouna Wasef mengatakan, potensi penerimaan negara yang hilang akibat laju deforestasi di Kalteng mencapai Rp 51,36 triliun dari tahun 2006-2009.
Namun, lanjutnya, berdasarkan data yang diolah dari realisasai APBD Kalteng dan statistik BPS tahun 2010, pemasukan yang diperoleh dari sektor kehutanan dan perkebunan itu yakni, dari PSDH, DR, PBB kehutanan dan perkebunan, BPHTB, dan dana bagi hasil pajak dan bukan pajak hanya berkisar Rp 2,56 triliun dengan total pendapatan daerah sebesar Rp 4,19 triliun. “Jadi terdapat selisih yang cukup besar dari total potensi aset negara yang seharusnya dapat diterima, yaitu Rp 47,17 trliyun selama empat tahun,” katanya.
Sementara berdasarkan data Save Our Borneo (SOB) Kalteng, perusahaan besar swasta (PBS) perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Kalteng sebanyak 145 izin, namun, hanya 66 PBS dengan total seluas 786.228 hektare yang telah mendapat izin pelepasan kawasan hutan (IPKH) dari Menteri Kehutanan, sementara sisanya sebanya 86 izinnya diduga bermasalah.
Penyelidikan terhadap perusahaan perkebunan illegal sebelumnya telah dilakukan oleh tim gabungan yang terdiri dari, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Mabes Polri, dan Kejaksaan Agung. Pada Juni 2011 lalu mereka disebar ke sejumlah wilayah di Kalteng untuk melakukan penyidikan secara itensif.
 “Di Kalteng tim gabungan sudah turun semua. Memang ada unsur penyalahgunaan wewenang dan diduga ada korupsi serta menduduki kawasan tanpa izin berdasarkan UU 41/1999 dan kami serahkan ke KPK. Sudah ada 20 penyidik disini (Kalteng) dan KPK menurunkan timnya sendiri. Ada yang hampir ditetapkan tersangka, namun masih dalam penyidikan dulu,” kata Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Dirjen PHKA) Kementerian Kehutanan, Darori  kepada wartawan, 28 Juni 2011 lalu di Palangkaraya.
Namun, hingga kini, belum ada informasi terkait hasil penyelidikan tim gabungan tersebut. Menurut data Kemenhut, kasus pemberian izin di luar prosedur di Kalteng terdiri dari pertambangan sebanyak 629 kasus dengan lahan seluas 3.570.519ha, kemudian perkebunan 282 kasus seluas 3.934.963ha dan hanya 12 izin yang dinilai memenuhi syarat (prosedur).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar