SAMPIT, Manajemen PT Mustika Sembuluh menegaskan bahwa pengoperasian pabrik pengolahan kelapa sawit yang berada di Estate 3 masih dalam tahap ujicoba mesin. Tahapan ujicoba pengoperasian tersebut telah berjalan selama empat bulan dari tahapan ujicoba maksimal selama enam bulan.
“Istilah teknisnya commisioning atau test run. Jadi belum beroperasi sepenuhnya. Operasi ujicoba mesin dilakukan selama 8 jam per hari dengan kapasitas 46 metrik ton per jam atau 30 persen dari kapasitas terpasang,” jelas Public Relation &Legal Manager Wilmar International Plantation, Dimas Setyawan didampingi Juatku Antono, Stenly (Kepala Pabrik) dan Suryanto (Admin Pabrik).
Stenly menjelaskan ujicoba mesin pabrik oleh pihak kontraktor penting dilakukan untuk mengetahui performa mesin pabrik. “Sebagai konsumen, tentu kami tidak menginginkan mesin yang kami beli bermasalah. Ibarat kendaraan, sebelum dioperasionalkan mesinnya harus diujicoba lebih dulu,” ujarnya.
Suryanto menambahkan, segala ketentuan yang mengatur tentang pengoperasian pabrik akan dipatuhi oleh perusahaan, termasuk kelengkapan dokumen UKL-UPL. Secara administrasi, jelas Suryanto, dokumen UKL-UPL telah dipresentasikan ke hadapan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) pada Oktober 2011 lalu. Dari pertemuan dengan BLH Kotim, BLH lantas merekomendasikan agar pihak perusahaan meminta izin rekomendasi dari Bupati Kotim.
“Rekomendasi dari bupati diperlukan karena Kabupaten Kotim merupakan satu dari tujuh kabupaten di Kalimantan Tengah yang terkena moratorium. Dan bupati meminta agar mengurusnya ke gubernur,” jelas Suryanto.
Secara prinsip, tegas Suryanto, proses perizinan di tingkat provinsi melalui gubernur telah mendapat persetujuan. Hasil telaahan pihak provinsi melalui instansi terkait, pengajuan perizinan UKL-UPL telah direkomendasikan untuk disetujui.
“Pelaksanaan legal audit dari Bupati Kotim baru saja kami terima. Dokumen itu akan segera kami serahkan ke provinsi untuk mendapat persetujuan dari gubernur,” ujarnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pengoperasian pabrik pengolahan kelapa sawit milik PT Mustika Sembuluh yang berada di Estate 3 mendapat sorotan publik karena belum mengantongi dokumen UKL-UPL, serta Izin Lingkungan dari Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur.
Kepala Pabrik Mustika 2 Stanley sebelumnya mengatakan, pabrik sudah jadi sejak Agustus 2012 dan mulai beroperasi sejak 1 Oktober 2012. Pihaknya mengaku sudah mengantongi Izin Prinsip dari Gubernur Kalteng. Namun untuk dokumen UKL-UPL serta Izin Lingkungan masih dalam proses. ”UKL-UPL memang belum selesai karena masih dalam proses di pemda. Tapi untuk Izin Prinsip dari Gubernur sudah ada,” katanya.
Stanley mengungkapkan, proses perizinan berjalan cukup lama. Pihaknya mengaku mulai memproses perizinan pabrik yang dipimpinnya sejak Januari 2012, namun yang selesai baru Izin Prinsip. Sedangkan UKL-UPL masih diproses di Badan Lingkungan Hidup Kotim. ”Pabrik ini beroperasi, pemda juga sudah tahu,” katanya.
Sementara itu Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Kotawaringin Timur Suparman mengatakan, PT Mustika Sembuluh memiliki dua pabrik CPO. Pabrik yang pertama berada di estate 1 dan pabrik yang kedua berada di estate 3. Pabrik CPO Mustika 1 tidak masalah, namun pabrik CPO Mustika 2 saat ini belum memiliki dokumen UKL-UPL karena masih diproses oleh tim teknis BLH.
Sesuai aturan, kata Suparman, jika pabrik CPO belum mengantongi dokumen UKL-UPL serta Izin Lingkungan, maka belum boleh beroperasi. ”Sesuai aturan, tidak boleh beroperasi sebelum ada Izin Lingkungan. Izin Lingkungan baru bisa didapatkan setelah ada dokumen UKL-UPL. Jika melanggar, kami beri teguran,” kata Suparman.
Perlu Ketegasan Pemkab
Sementara itu paktisi hukum di Kotim, Darmansyah sangat menyayangkan jika benar ada pabrik kelapa sawit beroperasi padahal belum memenuhi semua perizinan yang diharuskan. “Kalau secara hukum ini sudah jelas melanggar, jika perusahaan tetap ngotot pemda secara administratif harus bertindak tegas,” ungkap Darmansyah.
Apalagi, kata dia, jika benar operasional pabrik tersebut diketahui pemerintah daerah. “Kalau seperti pernyataanya itu saya sungguh menyayangkan sekali jika hal itu memang benar. Jadi kita bisa menilai bagaimana pemerintah kalau memang sudah diketahui melanggar tapi tetap dibiarkan,” ujar Darmasnyah.
Jelasnya, jika nantinya operasional yang dilakukan oleh perusahaan itu berdampak terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar apakah pemda tidak ikut bertanggung jawab atas permasalahan ini atau tidak. “Apakah pemda bisa ikut menjamin kalau operasional perusahaan tersebut tidak berdampak,” ucapnya.
Jelasnya, kalau memang permasalahanya seperti itu sudah jelas melanggar seharusnya pemerintah daerah tidak membiarkannya begitu saja. “Syarat itukan jaminan untuk melakukan operasional. Masa seanainya orang mau nikah persyaratan nikahnya belum lengkap tetapi dinikahkan oleh penghulunya, kan itu lucu akhirnya,” ujarnya mencontohkan. Sama halnya seperti permasalahan ini, pemda yang justru mengerti dan tahu tentang peraturan justru membiarkannya begitu saja. (sumber Radar Sampit)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar