PALANGKA RAYA - Permasalahan tumpang tindih lahan yang terjadi selama ini tidak lepas dari tanggung jawab kepala daerah setempat. Bahkan, bupati dari tujuh kabupaten di Kalteng disebut-sebut sebagai biang kerok yang turut meloloskan penerbitan perizinan ganda tersebut. Ketujuh bupati itu adalah Bupati Barito Selatan, Bartim, Murung Raya, Kotawaringin Timur, Seruyan, Kapuas, dan Pulang Pisau.
Sejauh ini, belum ada keseriusan kepala daerah tersebut untuk melakukan penertiban izin dan audit perizinan pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perhubungan yang terindikasi tumpang tindih. Kondisi ini keruan semakin menuai keluhan dan gesekan di masyarakat.Mirisnya lagi, kondisi ini semakin memunculkan banyaknya indikasi pelanggaran hukum dan peraturan terhadap investasi di daerah. Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang SH mengatakan, pada prinsipnya persoalan tumpang tindih izin pertambangan dan perkebunan di Kabupaten Barito Timur (Bartim) serta 6 kabupaten lainnya, merupakan tanggung jawab bupati setempat.
Teras Narang menyatakan tidak sepakat, bila persoalan tumpang tindih lahan yang sudah menjadi gunung es dan membuat gesekan di masyarakat selalu dilimpahkan ke provinsi. Selaku pihak yang telah mengeluarkan izin, maka bupati harus berani pula mencabut izin-izin yang tumpang tindih tersebut. "Masalah izin-izin yang tumpang tindih itu, kabupaten dulu yang harus memberikan jawaban. Jangan gubernur terus yang menjawab bila sudah ada permasalahan di kabupaten. Itu tanggung jawab bupati. Mereka yang keluarkan izin, harus berani mencabut izin yang tumpang tindih. Tulis saja begitu jawaban dari saya," kata Teras Narang saat dikonfirmasi sejumlah wartawan usai sidang paripurna mendengar jawaban gubernur terhadap pemandangan umum fraksi-fraksi pendukung DPRD, Senin (29/10) dua hari lalu. Sesuai Surat Edaran Gubernur Nomor.540/257/Ek, tanggal 12 Maret 2012 lalu, kepada 7 bupati di Kalimantan Tengah, yaitu Bupati Barito Selatan, Bartim, Murung Raya, Kotawaringin Timur, Seruyan, Kapuas, dan Pulang Pisau meninstruksikan, menghentikan untuk sementara waktu (moratorium), terhadap izin pertambangan, perkebunan, kehutanan (koridor/jalan khusus), dan perhubungan (pelabuhan/ terminal khusus).
Selanjutnya, para bupati didesak mengaudit terhadap semua perizinan secara keseluruhan, apakah sudah mematuhi UU tentang Perkebunan, UU Kehutanan, UU Lingkungan Hidup, dan peraturan perundang-undangan yang terkait serta menyampaikan hasilnya dalam waktu tidak terlalu lama kepada gubernur dengan tembusan disampaikan kepada menteri-menteri terkait. "Pemprov Kalteng untuk sementara waktu, terhitung sejak dikeluarkannya Surat Edaran ini, tidak akan memberikan rekomendasi terhadap semua sektor di 7 kabupaten itu, sampai para bupati melaporkan hasil audit secara lengkap," kata Teras Narang. DEWAN TUDING BUPATI LAKUKAN PEMBIARAN Menyikapi perihal tumpang tindih izin-izin pertambangan dan perkebunan tersebut, Komisi B DPRD Kalimantan Tengah terlihat gusar terhadap sikap apatis yang diperlihatkan para bupati.
Wakil Ketua Komisi B dari Fraksi PDI Perjuangan, Iber H Nahason dan Sekretaris, Kamarudin Hadi dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), kemarin, secara tegas mengatakan, seharusnya bupati bertindak cepat, tepat, dan efisien untuk melakukan tindakan pencabutan izin-izin yang tumpang tindih. Bila izin-izin yang diberikan ternyata tumpang tindih, bupati harus segera melakukan pencabutan. "Kami menilai dalam kasus ini, para bupati telah melakukan pembiaran, sehingga menyebabkan sengketa- sengketa terhadap terbitnya perizinan itu berlarut-larut dan tidak tuntas. Bupati tidak memperhatikan dampaknya dan asal mengeluarkan izin saja," kata Ibeng. Selain melakukan pembiaran, bupati juga cuci tangan setelah persoalan semakin mencuat. Caranya, lanjut dia, dengan melemparkan segala pokok permasalahan kepada pemerintah provinsi. Ibeng bahkan mengindikasikan, para bupati dan kerabatkerabatnya masuk dalam susunan pengurus dalam sejumlah perusahaan-perusahaan pertambangan dan perkebunan tersebut.
Senada itu, Sekretaris Komisi B, Kamarudin Hadi mengatakan, dewan melihat ada indikasi kuat Badan Pertanahan Nasional (BPN) di masing-masing daerah juga terlibat. Dalam melakukan pengukuran lapangan, BPN tidak konsisten dalam mewujudkan pemerintahan yang good and clean governance. "Harusnya izin pembukaan lahan itu diberikan sebelum Hak Guna Usaha (HGU) diterbitkan. Ini masalah yang sangat krusial dan berpotensi melanggar hukum," kata Kamarudin Hadi. Areal penggunaan lain (APL) dan kawasan p (KPP) diberikan hanya untuk perkebunan dan pertanian dalam skala kecil. APL dan KPP itu secara khusus diberikan kepada masyarakat, untuk lahan pertanian dan perkebunan. Atas indikasiindikasi pembiaran tersebut, Kamarudin Hadi mendesak kepada aparatur penegak hukum, untuk mengusut keterlibatan dan segala bentuk pembiaran yang telah dilakukan bupati. Diberitakan sebelumnya, kemarut izin areal perkebunan dan pertambangan di Kabupaten Barito Timur kian menggurita. Berdasarkan hasil operasi penertiban pengamanan hutan terpadu (OPPHT) Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), ditemukan ratusan izin yang tumpang tindih.
Ratusan perusahaan tambang juga belum mengantongi izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dari Menteri Kehutanan, izin analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal), izin pembukaan jalan, dan izin pemanfaatan kayu (IPK). Dari 132 izin usaha pertambangan (IUP), hanya 3 perusahaan yang memiliki IPKH yaitu PT Bumi Nusantara Jaya Mandiri, PT Batubara Bandung, dan PT Sandabi Indah Lestari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar