Senin, 15 April 2013

Pencuri Buah Sawit Divonis 8 Bulan


SAMPIT, PPOST
Akhirnya Pengadilan Negeri Sampit Senin (21/1) telah menjatuhkan vonis 8 bulan penjara terhadap Ahmad (36), Eldi (28), dan Eno (28) ketiga tersangka kasus pencurian buah kelapa sawit milik PT. Sukajadi Sawit Mekar.  “ketiganya dinilai telah melanggar pasal 363 ayat (1) ke-4e Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencurian,” kata hakim ketua Saurasi Silalahi.

Ditambahkannya, vonis yang dijatuhkan hakim ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Siti Maimunah yang semula menuntut ketiga terdakwa dengan tuntutan 1 tahun penjara.  Kasus ini berawal saat rekan terdakwa yang bernama Langkai mendatangi Ahmad (36) menyuruh untuk memanen buah sawit di kebunnya, Ahmad pun mengajak Eldi (28), dan Eno (28) untuk membantu memanen buah sawit pada 5 September 2012 dengan menjanjikan upah sebesar Rp 500 per janjang dan Rp 300 untuk buah berondolan.  Kemudian pada hari Minggu tanggal 16 September, ketika itu mereka memanen lagi di tempat yang sama, saat itu langkai mencari karung untuk buah sawit sekitar pukul 13:00 WIB, ketika semua buah sawit terkumpul semua tiba-tiba muncul anggota Satpam PT. Sukajadi Sawit Mekar yang kemudian menangkap mereka dan membawa ketiganya ke Polsek Kotabesi.

Setelah dilakukan penyelidikan serta informasi tentang kepemilikan kebun sawit tersebut, diketahui buah sawit yang dipanen oleh ketiganya adalah sawit milik PT. Sukajadi Sawit Mekar.  Saat diwawancarai dan dimintai keterangan, ketiga terdakwa merasa terpedaya dengan Langkai yang saat ini masih dalam daftar pencarian orang (DPO). Saat ini ketiga terdakwa hanya bisa tertunduk lesu mendengarkan vonis 8 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Sampit.

Ancaman Kelestarian Ikan Akibat Penggunaan Racun

Petuk Katimpun, Palangkaraya - Para pemburu ikan berulah benar-benar kelewatan. Demi keuntungan mereka nekat meracun ikan di sungai. Akibatnya ribuan ikan mati sia-sia. Adalah warga Keluraha Petuk Katimpun Palangkaraya, Kalimantan Tengah, yang dibuat resah atas ulah pencari ikan dengan cara meracun ini. Informasi diperoleh, para pencari ikan dengan cara meracun itu menggunakan obat jenis Potasium.

Kejadian ini sudah berulang kali dilakukan. Diduga kuat para pelaku (bukan warga Petuk katimpun) menjalani aksi dari kawasan Kelurahan Bukit Batu, Marang, Danau Bangamat, Danau Hanjalutung, Danau Gatel di perairan Sungai Rungan .

“Warga dibuat resah. Selain ikan banyak mati, anak-anak kami juga terserang penyakit gatal-gatal, akibat mandi di sungai,” kata Rudi, salah seorang warga Kelurahan Petuk Katimpun.Ikan  yang mati yang diracun pada saat musim kemarau ini (pada saat air sungai surut) beragam jenis, baik ikan besar maupun kecil. Jenis ikannya antara lain Ikan Baung, Salap, Ikan Lele Sungai, Lais, Gabus dan juga Saluang.

Menurut warga setempat, menangkap ikan sungai dengan cara meracun selalu dilakukan sejumlah orang di luar Kelurahan Petuk Katimpun walaupun ada sedikit warganya yang melakukan hal serupa pada musim kemarau. Modusnya dilakukan malam hari. Ikan hasil tangkapan itu, lalu dijual di sejumlah pasar tradisional di Palangkaraya. Jika konsumen tahu, mereka tak mungkin mau membelinya. Dampak ini pula yang sering mengakibatkan, warga sakit.

“Secara tidak langsung, mereka bukan saja meracun ikan tapi juga meracun manusia. Kan ikannya dijual lagi di pasar. Obat racun yang digunakan sangat berbahaya. Kemarin warga ada melihat kucing mati, akibat memakan ikan yang kena racun,” ucap Agus.

 “Kami menginginkan tradisi mencari ikan dengan cara meracun dihentikan. Instansi terkait dan juga pihak keamanan bisa memberikan pengarahan kepada para penangkap ikan agar kejadian tak terulang lagi,” kata Rusmina, ibu rumah tangga di RT. 1 Kelurahan Petuk Katimpun.

Sementara itu di tempat terpisah, kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Kalimantan Tengah, Darmawan Menegaskan, Diakui, potensi sumber daya alam di bidang perikanan di Kalteng cukup melimpah, namum belum digarap maksimal.

Terbukti, berdasarkan data, hasil tangkapan nelayan pada 2010 mencapai 126.122,18 ton. Terdiri dari hasil perikanan budidaya sebanyak 24.922,98 ton atau 19,7 % dan perikanan tangkap sebanyak 101.338,4 ton atau 80,2 %. Sedangkan pada 2011, hasil tangkapan ditargetkan sebanyak 103.264,3 ton. Darmawan menegaskan, meski potensi perikanan di Kalteng melimpah, masyarakat diminta untuk tidak melakukan aktivitas penangkapan secara ilegal.

Misalnya dengan cara meracun, menyetrum, atau menggunakan bom. Menurutnya cara seperti itu tidak hanya membunuh ikan besar, tapi ikan kecil. “Praktik illegal fishing bisa berdampak buruk bagi ekosistem lingkungan, termasuk keselamatan masyarakat sekitar,” ungkapnya.

Jika kondisi itu dibiarkan, Darmawan khawatir ekosistem dan kelangsungan potensi perikanan akan musnah. Untung, gubernur Kalteng tanggap dengan kondisi itu dengan mengeluarkan surat imbauan mengenai larangan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan beracun. Pihaknya rutin melakukan pengawasan dan razia dengan menurunkan petugas ke lapangan. Dia berharap masyarakat juga terlibat melakukan pengawasan.  


Situs Keramat Warga Tangar Dirusak


Tangar-Kotim, Rupanya konflik yang terjadi di PT KKP (Karunia Kencana Permai) sejak tahun 2005 sampai sekarang, tidak menjadi rujukan bagi pemerintah untuk penyelesaian konflik perkebunan secara cepat. “Hal ini kami gambarkan ketika munculnya konflik yang berakibat pada penggusuran Situs Keramat pada 20 Januari 2013 di Desa Tangar dan juga pencemran limbah yang mengakibatkan ribuan ikan mati mengapung di Sungai mentaya pada akhir 2012. Kecamatan Mentaya Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah” beber Hardedi (50), Minggu (06/1/2013).

Padahal, lanjutnya, masyarakat telah membuat beberapa pernyataan sikap terhadap perusahaan tersebut (PT. Karunia Kencana Permai) atas ulahnya yang telah mengambil paksa lahan milik 287 Kepala Keluarga dengan luas lebih dari 900 Hektare dan juga telah melumat Situs Keramat dan pengelolaan limbah tidak benar oleh perusahaan yang berada di desa tersebut.

Hal yang sama juga di ungkapkan oleh Sukarsih (43) Kepala Desa Tangar, salah satu anak perusahaan Wilmar Group PT. KKP Estate II yang beroperasi di Kecamatan Mentaya Hulu tepatnya di Kilometer 14 Desa Tangar itu telah merusak Situs Keramat, sebuah pemakaman yang di percaya masyarakat sekitar bahwa sebelum adanya perusahaan perkebunan tersebut berdiri masyarakat sudah terlebih dahulu mengelola lahan di areal tersebut secara turun temurun telah dirusak oleh Security PT. KKP.

“Begitu yang terjadi di Desa Tangar pengrusakan tersebut telah diakui oleh security PT. Karunia Kencana Permai Sejati Estate II (PT. KPPS II) atas perintah Kepala Kepolisian Resort Kotim, pengakuan ini tersebut telah di buat pelaku secara tertulis bahwa telah melakukan pengrusakan tersebut atas perintah dari Kapolres Kotawaringin Timur. Selain itu, terjadi pemukulan dan Intimidasi terhadap warga Desa Tangar oleh Oknum Brimob berinisial Wid di kebun kelapa sawit terhadap saudara Juang pada Oktober 2010 silam. Pemukulan terjadi ketika beberapa orang warga yang kesal dengan ulah perusahaan mencoba memblokade areal perusahaan PT. KKP Estate II dengan menyita semua alat berat yang rencana akan menggarap areal tersebut.  ” papar Perempuan separuh baya ini.

Dari beberapa kasus tersebut di atas, Sejumlah masyarakat yang mengaku dari Desa Tangar, Kotim, terpaksa mengadu ke Pemprov Kalteng pada 28 Januari 2013 lalu, karena sengketa lahan antara warga dengan perusahaan perkebunan sawit yang terjadi sejak 2005 itu tak kunjung selesai ditangani Pemkab Kotim. Warga berharap ada keadilan dari pemerintah untuk mengembalikan hak-haknya yang dirampas.

Permasalahan sengketa lahan antara warga dengan salah satu anak perusahaan perkebunan Wilmar Group tersebut ditanggapi serius Wakil Gubernur Achmad Diran. Bahkan, Diran menegaskanakan akan memanggil manajemen perusahaan dan melakukan pertemuan dengan warga Tangar. Namun kedatangan tersebut yang pada awalnya disambut baik oleh warga Desa Tangar berubah menjadi kecewa yang di dapat, pasalnya Wakil Gubernur yang dijadwalkan akan datang pada hari tersebut (07-02-2013) batal hadir kerena masih ada urusan dinas diluar Pulau Kalimantan.

Ia menilai “dengan alasan akan ketidak-hadirannya bahwa pihak Kabupaten (Bupati Kotim)-lah yang lebih bertanggung jawab atas hal tersebut. Karena dari sejak awal kasus, Bupati Kotim yang telah mengeluarkan beberapa ijin untuk perusahaan tersebut.” tegasnya.(ucuy)