Kamis, 02 Mei 2013

Limbah Bocor, BLH Tutup Mata


PT. KIU, terkesan melakukan pembiaran terhadap limbah yang mengalir ke lahan warga Desa Kabuau dan juga mengakibatkan ikan banyak mati di Sungai Tualan.

Dibuat & dipostkan oleh : gwirman

Masyarakat Desa Kabuau Kecamatan Parenggean Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah mulai was-was saat memanfaatkan air untuk kebutuhan sehari-hari akibat bocornya kolam penampungan limbah milik PT. Katingan Indah Utama. Akibat kebocoran limbah tersebut, warga menduga anak sungai setempat menjadi tercemar sehingga menyebabkan banyak warga yang terserang gatal-gatal serta ikan banyak yang mati.

PT. Katingan Indah Utama (KIU), Insiden bocornya limbah pabrik sawit tersebut terjadi pada 22 Februari lalu dan membuat masyarakat resah. Meski kebocoran itu langsung ditangani pihak perusahaan, namun limbah diduga sempat mencemari lingkungan setempat, termasuk air yang selama ini digunakan oleh warga.

Informasi dari masyarakat terkait adanya kebocoran limbah salah satu perusahaan perkebunan yang beroperasi di Desa Kabuau Kecamatan Parenggean Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) ternyata memang terbukti. Pihak perusahaan pun mengakui fakta itu tersebut namun mereka menegaskan bahwa kebocoran tersebut sudah ditutup. “PT KIU mengakui pernah bocor tanggal 22 Febuari 2013, tapi sudah diperbaiki. Meski begitu, kami tetap meminta masalah ini tetap dipertanggungjawabkan,” tegas Nordin, Direktur Save Our Borneo (SOB). Nordin juga menyoroti tindakan pihak perusahaan yang membuang sisa janjangan kosong sawit sembarangan yang sebenarnya limbah cairnya justru lebih berbahaya daripada limbah cair di kolam limbah.

“Memprihatinkan, PT. KIU kesannya melarikan diri dari tanggung jawab dengan alasan-alasan teknis bahwa belum tentu tercemar karena belum atau tidak diteliti oleh BLH. Sementar kita tahu bagaimana kinerja birokrasi semacam BLH itu. Bagi kami, tercemar atau tidak, beracun atau tidak yang jadi masalah adalah kolam limbah itu bocor, artinya prosedur keamanan dan keselamatan yang di-isyaratkan peraturan lingkungan hidup terabaikan”, ucap Nordin.

Pemerhati politik dan hukum di Kotim, H Darmansyah mengatakan, BLH harus segera mengambil tindakan terkait masalah ini. Ketegasan dari pemerintah daerah sangat dibutuhkan untuk menegakkan aturan dan menyelamatkan masyarakat. “Pemerintah harus tegas. Gunakan payung hukum yang ada. Kalau hanya menampung apirasi saja bagaimana seperti itu,” ungkapnya mempertanyakan.

Darmansyah menilai, rapat yang pernah dilakukan oleh warga Desa Kabuau yang menjadi korban dengan pihak perusahaan pada 8 Maret 2013 sangat tidak efektif. “Seharusnya setiap ada rapat dengan pihak perusahaan, kalau yang hadir dari perusahaan itu adalah orang yang tidak bisa mengambil keputusan, sebaiknya rapat tidak usah dilaksanakan saja. Seharusya saat rapat, dari pihak perusahaan yang hadir adalah orang yang bisa mengambil keputusan, jangan sampai ditunda-tunda seperti itu, kan membuang waktu jadinya,” tegasnya.

Masalah kebocoran limbah tersebut, Dewan Adat Dayak (DAD) Parenggean malapor ke Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kotim ternyata belum mengambil sampel air yang diduga tercemar limbah milik PT Katingan Indah Utama (KIU). BLH beralasan, saat pihaknya melakukan pengecekan ke lokasi kondisi sungai yang diduga tercemar sudah dalam keadaan bersih. Melihat fakta tersebut pihaknya tidak melakukan pengambilan sampel air.

Menurut Kasubid Penegakan Hukum dan Penyelesaian Sengketa Lingkungan, Janus mengatakan pihaknya juga kembali turun kelokasi limbah PT. KIU, bersama DPRD Kotim untuk memastikan dugaan pencemaran tersebut, namun sama pada saat sebelumnya pihak BLH Kotim tidak mengambil sampel air. “bocornya limbah crude palm oil (CPO) bukan disengaja. Faktor alam juga ikut membantu dalam  membersihkan limbah yang diduga bocor. “Saat hari H (kebocoran limbah) terjadi hujan deras, tapi paginya sungai sudah bersih. Jadi tidak ada apa-apa dan besoknya itu semua sudah bersih,” ucapnya. 

Sebelumnya sudah dilakukan pertemuan antara masyarakat dengan pihak perusahaan yang difasilitasi beberapa pihak, khususnya Dewan Adat Dayak (DAD) dengan dihadiri Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Kotawaringin Timur dan sejumlah perwakilan aktivis lingkungan. Hasilnya saat itu, perusahaan akan memberikan kompensasi akibat kebocoran limbah yang mereka sebut sebagai faktor kecelakaan itu. Masalah ini kemudian kembali mengemuka karena ternyata masih banyak warga yang mengaku belum mendapat kompensasi yang dijanjikan pihak perusahaan.

Direktur Eksekutif Save Our Borneo, Nordin yang saat itu juga hadir dalam pertemuan, mendesak pihak perusahaan bertanggung jawab atas dampak kebocoran limbah pabrik mereka. "Beracun atau tidak, yang jelas telah terjadi pencemaran. Ini kelalaian perusahaan dan pengawasan yang kurang dari pemerintah daerah. Kejadian seperti itu sangat membahayakan masyarakat kita karena bisa mengancam kesehatan," kata Nordin.

Anggota DPR RI Perwakilan Kalteng Hang Ali, datang untuk meninjau kondisi masyarakat di Desa Kabuau (20/04). Namun sayangnya, pihak perusahaan tidak mau menemui anggota DPR RI Kalteng tersebut. Seorang rekan beliau mual dan pusing akibat mencium bau limbah dan terpaksa bertahan di dalam mobil. “Mudahan pihak perusahaan bersedia memberikan air bersih dan listrik kepada warga, dan tidak ngeyel alias cuek bebek ngurus perutnya sendiri” ucupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar