Selasa, 29 Januari 2013

Pemprov harus Evaluasi Ijin Bermasalah


Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng mengharapkan Pemprov Kalteng mengevaluasi izin perusahaan perkebunan dan pertambangan bermasalah dengan masyarakat sebagai upaya mencegah konflik di masa mendatang. Apabila dalam evaluasi terjadi kesalahan terhadap publik, konsekuensinya diberi sanksi tegas sebagai peringatan kepada setiap perusahaan yang melanggar.
Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Arie Rompas dalam rilis yang diterima Tabengan, Senin (30/1), mengatakan, pemerintah juga harus menyediakan mekanisme pengaduan yang jelas dan resolusi konflik sebagai upaya untuk menyelesaikan masalah. Hal itu dimaksudkan untuk melindungi dan menjamin tanah-tanah warga dari ancaman perampasan dan penggusuran yang dilakukan perusahaan.
Pemprov juga harus memastikan tanah-tanah komunal dan adat dengan mengoptimalkan kebijakan Peraturan Gubernur (Pergub) No.13/2009, tentang Tanah Adat di Kalteng. Ia berpendapat, persoalan konflik agraria dan sumber daya alam (SDA) adalah dampak yang tidak terhindarkan dari kebijakan pemerintah yang membuka lebar-lebar pintu bagi investasi, namun tidak melindungi akses dan hak kelola warga atas tanah.
Hal tersebut harus diantisipasi dan diprediksi melalui peningkatan konflik agraria di Kalteng akan melonjak seiring bertambahnya investasi dan pengusaan lahan di Kalteng oleh kebijakan pemerintah.Dengan menerbitkan izin untuk HPH/HTI, pertambangan dan perkebunan sawit serta izin konsesi restorasi ekosistem dengan skema REDD, dan Taman Nasional yang membatasi akses juga merampas tanah-tanah dan ruang hidup rakyat.
Bukan hanya itu, pemerintah juga terkesan lambat dalam mengatasi setiap konflik yang menyangkut agraria, serta tidak jelasnya saluran pengaduan dan penyelesaian konflik. Hal ini diperparah lagi dengan lemahnya penegakan hukum dan keberpihakan aparat terhadap perusahaan, sehingga tidak ada jaminan kepastian keadilan bagi warga yang sedang berkonflik.
"Keterlibatan aparat penegak hukum juga menjadi salah satu bagian dari konflik, dimana represifitas dan kriminalisasi sering dijadikan alat utama untuk meredam tuntutan masyarakat yang sedang memperjuangkan hak konstitusinya," jelasnya.
Sepanjang 2011, Walhi mencatat setidaknya 20 warga yang telah dikriminalisasi, termasuk 12 orang warga yang ditahan Polres Seruyan atas konflik tanah dengan PT WSSL di Kecamatan Hanau. Dia menyebutkan, terdapat 30 kasus konflik agraria dilaporkan dan sedang diadvokasi Walhi Kalteng yang belum terselesaikan pemerintah hingga saat ini.
Ia menilai, maraknya terjadi aksi dan konflik akhir-akhir ini, merupakan akumulasi kekecewaan atas penanganan konflik yang tidak pernah menyentuh akar masalah dan rasa keadilan yang akan berujung pada konflik horisontal dan merugikan semua pihak. Dalam penyelesaikan konflik agraria, Pemprov Kalteng harus melibatkan semua pihak dan menyentuh subtansi dasar dalam upaya penyelesaian konflik agraria dan SDA di Bumi Tambun Bungai.
Untuk memenuhi rasa keadilan bagi setiap warga yang terancam dan sedang dirampas hak atas tanahnya oleh perusahaan sawit dan pertambangan di Kalteng, Gubernur harus memimpin langsung upaya penyelesaian konflik ini. Penyelesaian konflik tersebut dengan melibatkan berbagai intansi pemerintahan yang terkait dengan agraria dan sumber daya alam, termasuk masyarakat sipil di Kalteng.
Upaya ini harus diselesaikan semua konflik dengan mengutamakan konflik komunitas dengan perusahaan yang sedang terjadi. Segala upaya yang dilakukan harus menyentuh pada subtansi dasar, yaitu melakukan pembaruan Agraria. Penataan ulang atau restrukturisasi pemilikan, penguasaan dan penggunaan sumber-sumber agraria bagi kepentingan petani, buruh tani, perempuan dan golongan ekonomi lemah pada umumnya, seperti terangkum dalam UUPA 1966.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar